MAKALAH
MEDIA PENYULUHAN PERTANIAN II
TENTANG
DOKUMENTER
Disusun oleh :
Kelompok : 6
1. Anthonius A. Abineno
2. Nirhajati Lay Wadu
3. Junianto
4. Ictira julvikar jurochman
5. Kuswoyo
KEMENTERIAN PERTANIAN
BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA
MANUSIA PERTANIAN SEKOLAH TINGGI
PENYULUHAN PERTANIAN ( STPP ) MAGELANG JURUSAN PENYULUHAN PERTANIAN DI
YOGYAKARTA
TAHUN
2013
A. Latar Belakang
Dokumenter sering dianggap sebagai
rekaman ‘aktualitas’—potongan rekaman sewaktu kejadian sebenarnya berlangsung,
saat orang yang terlibat di dalamnya berbicara, kehidupan nyata seperti apa
adanya, spontan dan tanpa media perantara. Walaupun kadang menjadi materi dalam
pembuatan dokumenter, faktor ini jarang menjadi bagian dari keseluruhan film
dokumenter itu sendiri, karena materi-materi tersebut harus diatur, diolah
kembali, dan diatur strukturnya. Terkadang bahkan dalam pengambilan gambar
sebelumnya, berbagai pilihan harus diambil oleh para pembuat film dokumenter
untuk menentukan sudut pandang, ukuran shot (type of shot), pencahayaan dan
lain-lain agar dapat mencapai hasil akhir yang diinginkan.John Grierson
pertama-tama menemukan istilah dokumenter dalam sebuah pembahasan film karya
Robert Flaherty, Moana(1925), yang mengacu pada kemampuan sebuah media untuk
menghasilkan dokumen visual suatu kejadian tertentu.
Grierson sangat percaya bahwa “Sinema bukanlah seni atau hiburan, melainkan suatu bentuk publikasi dan dapat dipublikasikan dengan 100 cara berbeda untuk 100 penonton yang berbeda pula.” Oleh karena itu dokumenter pun termasuk didalamnya sebagai suatu metode publikasi sinematik, yang dalam istilahnya disebut “creative treatment of actuality”(perlakuan kreatif atas keaktualitasan).
Grierson sangat percaya bahwa “Sinema bukanlah seni atau hiburan, melainkan suatu bentuk publikasi dan dapat dipublikasikan dengan 100 cara berbeda untuk 100 penonton yang berbeda pula.” Oleh karena itu dokumenter pun termasuk didalamnya sebagai suatu metode publikasi sinematik, yang dalam istilahnya disebut “creative treatment of actuality”(perlakuan kreatif atas keaktualitasan).
Karena ada perlakuan kreatif, sama
seperti dalam film fiksi lainnya, dokumenter dibangun dan bisa dilihat bukan
sebagai suatu rekaman realitas, tetapi sebagai jenis representasi lain dari
realitas itu sendiri. Kebanyakan penonton dokumenter di layar kaca sudah begitu
terbiasa dengan kode dan bentuk yang dominan sehingga mereka tak lagi
mempertanyakan lebih jauh tentang isi dari dokumenter tersebut. Misalnya
penonton sering menyaksikan dokumenter yang dipandu oleh voiceover, wawancara
dari para ahli, saksi dan pendapat anggota masyarakat, set lokasi yang terlihat
nyata, potongan-potongan kejadian langsung dan materi yang berasal dari arsip
yang ditemukan. Semua elemen khas tersebut memiliki sejarah dan tempat tertentu
dalam perkembangan dan perluasan dokumenter sebagai sebuah bentuk sinematik.Ini
penting ditekankan, karena dalam berbagai hal, bentuk dokumenter sering
diabaikan dan kurang dianggap di kalangan film seni karena seakan-akan
dokumenter cenderung menjadi bersifat jurnalistik dalam dunia pertelevisian.
Bukti-bukti menunjukkan bahwa, bagaimanapun, dengan pesatnya perkembangan
dokumenter dalam bentuk pemberitaan, terdapat perubahan. kembali ke arah
pendekatan yang lebih sinematik oleh para pembuat film dokumenter akhir-akhir
ini.
Dan kini perdebatannya berpindah
pada segi estetik dokumenter karena ide kebenaran dan keaslian suatu dokumenter
mulai dipertanyakan, diputarbalikkan dan diubah sehubungan dengan pendekatan
segi estetik dokumenter dan film-film non-fiksi lainnya. Satu titik awal yang
berguna adalah daftar kategori Richard Barsam yang ia sebut sebagai “film
non-fiksi” Daftar ini secara efektif menunjukkan jenis-jenis film yang
dipandang sebagai dokumenter dan dengan jelas memiliki ide dan kode etik
tentang dokumenter yang sama.
B. Tujuan
Pembuatan Dokumenter
Tujuan
awalnya adalah sebagai propaganda, tetapi dalam perkembangannya tujuan film
dokumenter adalah untuk memberikan gambaran mengenai realita kehidupan, dan
untuk menegelabui atau memanipulasi suatu realita.
C, Manfaat Dokumenter
1. Secara teoritis,
dokumenter sebagai media akan menstimulus
2. (merangsang) audiens sebagai proses regenerasi
kebudayaan
3. Secara praksis, dokumenter ini akan didistribusikan ke
beberapa instansi
4. (stakeholder) kesenian dan kebudayaan terkait, antara
lain: Pemerintahan,
5. sekolah, pemerhati kesenian, masyarakat luas, maupun
jaringan distributor
6. film dokumenter independen.
BAB II DASAR TEORI
Dokumenter
adalah sebutan untuk film pertama kali karya lumiere bersaudara yang
mengisahkan tentang perjalanan (travelogues) yang dibuat sekitar tahun 1890an.
Tiga puluh tahun kemudian kata “Dokumenter” kembali digunakan oleh pembuat film
krikikus film asal Inggris yaitu Jhon Gierson untuk film Moana (1926)
karya Robert Flaherty. Gierson berpendapat bahwa dokumenter merupakan
cara kreatif mempresentasikan realitas ( Susan Hayward:Key Concentsin cinema
Studiesn yang, 1996:72). Film dokumenter menyajikan realita berbagai cara dan
dibuat untuk berbagai macam tujuan penyebaran informasi dan pendidikan (Heru Effendy, 2002:12).
Bentuk dokumenter sendiri terpecah menjadi dua kategori, yang pertama
dokumenter festival, dan yang kedua adalah dokumenter televisi. Film dokumenter
berdurasi panjang umumnya diputar di bioskop atau festival dan lebih bebas
menggunakan semua type shot. Sedangkan untuk jenis dokumenter televisi
berdurasi pendek, dan terbatas dalaam menggunakan tipe shot. Film
dokumenter di Indonesia saat ini masih dianggap anak tiri, hal ini
disebabkan oleh para pembuat film lebih tertarik membuat film yang lebih
komersil, belum lagi perhatian masyarakat lebih tertuju pada film cerita
(Peransi,2004:45) seperti kita ketahui, dalam dokumenter televisi maupun film,
gaya penuturan yang terdapat dalam dokumenter ada beberapa macam antara lain,
potret (biography), sejarah, perbandingan, kontradiksi,laporan perjaalanan (
travel doc), ilmu pengetahuan (edukasi dan instruksional), nostalgia,
rekonstraksi, investigasi, association picture story, doku drama, buku harian
(diary) dan reportase (Gerzon R.Ayawaila,2007:7-12).
Sebelumnya dalam televisi dokumenter dikenal sebagai program non fiksi, dan dalam format siaran televisi merupakan gaya bertutur jurnaalistik. Dan program non fiksi ini dibagi dalam 5 kategori antara lain, reportase atau esei verita actual, feature, magazine, dokumenter televisi dan dokumenter seri (Gerzon.R.Ayawaila, 2000:13).
Sebelumnya dalam televisi dokumenter dikenal sebagai program non fiksi, dan dalam format siaran televisi merupakan gaya bertutur jurnaalistik. Dan program non fiksi ini dibagi dalam 5 kategori antara lain, reportase atau esei verita actual, feature, magazine, dokumenter televisi dan dokumenter seri (Gerzon.R.Ayawaila, 2000:13).
Ada empat
kriteria yang menerangkan bahwa dokumenter adalah film non fiksi menurut Fajar
Nugroho:
1.
Setiap adegan dalam dokumenter merupakan kejadian yang
sebenarnya, tanpa interprentasi imajinatif seperti halnya dalam film fiksi.
Bila pada film fiksi latar belakang (setting) adegan dirancang, pada
dokumenter latar belakang harus spontan otentik dengan situasi
dan kondisi asli ( apa adanya).
2.
Yang dituturkan dalam film dokumenter berdasarkan
peristiwa nyata (realita), sedangkan pada film fiksi isi cerita
berdasarkan karangan (imajinatif), maka dalam film fiksi yang dimiliki
adalah interprentasi imajinatif.
3.
Sebagai sebuah film non fiksi, sutradara melakukan
observasi pada suatu peristiwa nyata, lalu melakukan perekaman gambar sesuai
apa adanya, ini merupakan bagian dari riset.
4.
Apabila struktur cerita pada film fiksi mengacu pada
alur cerita atau plot, dalam dokumenter konsentrasinya lebih pada isi dan
pemaparan.
Ø Unsur-unsur
yang dibutuhkan dalam dokumenter :
o
Pertama,
kita harus memiliki gambar (footage) yang baik.
Yakni, sebuah bukti visual yang mengajukan pernyataan tentang film dokumenter
tersebut dalam bahasa visual. Gambar tentang Tsunami yang melanda kota Banda
Aceh itu memang bagus, namun belum cukup. Sebuah dokumenter mungkin saja
memprofilkan warga Aceh, yang memilih bertahan hidup di pinggir pantai, meski
tahu bahwa sewaktu-waktu Tsunami bisa saja melanda daerahnya lagi.
o
Kedua,
kita harus memiliki ide atau konsep, yang
mengekspresikan sudut pandang karya dokumenter tersebut.Wawancara mungkin bisa
membantu merumuskan suatu sudut pandang. Namun, wawancara itu biasanya
merupakan cara yang terlalu berat dan merepotkan dalam sebuah dokumenter, untuk
menyampaikan suatu gagasan. Wawancara semata-mata tidak lantas menjadikannya
sebuah dokumenter. Hal ini karena wawancara tidak menunjukkan topik,
tetapi wawancara hanya menunjukkan orang yang sedang bicaratentang suatu
topik.
o
Ketiga,
kita harus memiliki sebuah struktur. Yaitu, progresi
gambar dan suara secara teratur, yang akan menarik minat audiens, dan
menghadirkan sudut pandang dari karya dokumenter tersebut, sebagai sebuah
argumen visual. Misalnya, film dokumenter The War Room, karya Chris
Hegedus dan D.A. Pennebaker, tentang kampanye Bill Clinton tahun 1992, sebelum
menjadi Presiden AS. Film ini dibuka dengan serangkaian gambar di daerah
pemilihan New Hampshire, yang menunjukkan problem-problem yang dihadapi Clinton
selaku kandidat presiden. Tidak ada wawancara dalam film itu. Yang terlihat
adalah interaksi-interaksi, yang menunjukkan apa yang terjadi pada kampanye
Clinton saat itu. Ketika menonton film itu, secara bertahap audiens melihat
kampanye Clinton akhirnya berhasil mengatasi berbagai hambatan, dalam proses
menuju kemenangan. Membuat film dokumenter, atau feature, diawali
dengan ide atau gagasan, dan berakhir dengan paket yang siap ditayangkan untuk audiens.
Kita sepatutnya memandang, pembuatan sebuah dokumenter pada dasarnya lebih
merupakan problem komunikasi, yakni bagaimana menyampaikan suatu pesan kepada
audiens. Bukan sebuah problem teknis (peralatan).
Ø Definisi Film Dokumenter
Istilah "dokumenter"
atau documentary (bahasa Inggris), adalah turunan dari kata Perancis,
documentaire. Yang artinya, sebuah film atau pembicaraan yang menggambarkan
perjalanan di suatu negeri tertentu. Artinya film dokumenter merupakan film
yang menampilkan fakta yang ada dalam kehidupan atau film yang menampilkan
tentang kenyataan.
Seperti halnya pembuatan film fiksi, pada pembuatan film dokumenter akan melewati tahapan-tahapan yang harus dilalui oleh pembuatnya. Tahapan tersebut terdiri atas : pre production, production, post production. Dalam pre production pembuatan dokumenter termasuk di dalamnya, pemilihan subyek atau tema, melakukan riset, menentukan kru, memilih peralatan yang akan digunakan, menentukan metode yang akan dipakai, serta membuat skedul shooting. Dalam tahap production, ini gak kalah seru juga dalam tahap akhir aliaspre-production.
Seperti halnya pembuatan film fiksi, pada pembuatan film dokumenter akan melewati tahapan-tahapan yang harus dilalui oleh pembuatnya. Tahapan tersebut terdiri atas : pre production, production, post production. Dalam pre production pembuatan dokumenter termasuk di dalamnya, pemilihan subyek atau tema, melakukan riset, menentukan kru, memilih peralatan yang akan digunakan, menentukan metode yang akan dipakai, serta membuat skedul shooting. Dalam tahap production, ini gak kalah seru juga dalam tahap akhir aliaspre-production.
Ø Ciri
-ciri
1.Ada Data-data berupa tanggal
2.Berbentuk Peristiwa
3.Adanya Tokoh-tokoh dan semua unsur yang terkandung di dalamnya
4.Bersifat faktual dan benar-benar ada
5.Dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
6.Berbentuk Non Fiksi
1.Ada Data-data berupa tanggal
2.Berbentuk Peristiwa
3.Adanya Tokoh-tokoh dan semua unsur yang terkandung di dalamnya
4.Bersifat faktual dan benar-benar ada
5.Dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
6.Berbentuk Non Fiksi
III
PEMBAHASAN
Ø
Perbedaan Dokumenter
dan Fiksi
Dokumenter
- Berdasarkan
kejadian yang sebenarnya, nyata, realitas
- Tidak
imajinatif, latar belakang otentik
- Melakukan
observasi berdasarkan fakta
- Melakukan
perekaman apa adanya
- Konsentrasi
pada isi dan pemaparan
Ø
Fiksi
·
Berdasarkan karangan.
Imajinatif; direkayasa, dengan latar belakang dirancang
·
Interpretasi
imajinatif
·
Melakukan observasi
untuk menyesuaikan karangan imajinatif
·
Mengacu pada alur
cerita
Ø
Perbedaan Dokumenter
Televisi dan Reportase
Dokumenter Televisi
- Menampilkan
suatu peristiwa yang mendalam dan luas
- Nuansa
dan orientasi yang luas
- Menceritakan
dari sebab hungga akibat sebuah proses kejadian atau pristiwa yang
diketengahkan sebagai isi materi
- Dikemas
secara artistic
Ø
Reportase
- Menampilkan
suatu pristiwa hanya secara garis besar
- Penyampaian
isi materi singkat, dan seperlunya
- Tidak
memerlukan kemasan artistik
Ø
Documenter Sebagai
Bentuk
Terdiri dari 5 kategori:
- Esai
Berita Aktual
- Features
- Magazine
- Dokumenter
Televisi
- Dokumenter
seri Televisi
Ø
Esai Berita Aktual
Laporan Berita dengan
durasi yang mengetengahkan berbagai peristiwa aktual atau melakukan reportase
dari sebuah event atau peristiwa besar.
Ø
Magazine
- Penayangan
berita yang terdiri dari berbagai topic yang berbeda
- Merupakan
gabungan dari uraian fakta dan opini yang dirangkai dalam suatu mata acara
- Materi lebih mendalam yang berkaitan human
intersest
- Magazine
khusus = magazine homogeny
- Magazine
umum =magazine heterogen
Ø
Semi Dokumenter
Gabungan fakta dan
fiksi. Beberapa adegan direkayasa, disesuaikan dengan tema, umumnnya
interpretasi imajinatif, bertujuan menambahkan cerita menarik.
Ø
Dokudrama
Peristiwa yang pernah
terjadi di rekontruksi kembali dalam bentuk drama baru. Menggunakan artis,
bertujuan komersial.
Ø
Dokumenter Televisi
Penayangan topic atau
tema tertentu, disampaikan dengan gaya bercerita, menggunakan narasi (voice
over), menggunakan wawancara dan illustrasi musik sebagai penunjang visual.
Ø
Tujuan Penayangan
Dokumenter Seri Televisi
·
Memperjelas suatu
program
·
Penyampaian program
yang sama dengan sub tema yang berbeda
·
Menjurus pada ilmu
pengetahuan
Ø
Cirri-ciri Dokumenter
- Sudut
pandang jelas dan objektif
- Fakta
factual
- Visual
tidak harus menarik
- Tidak direkayasa
Ø
Tipe-tipe Dokumenter
- Dokumenter
Dokumen
- Dokumenter
Sosial
- Dokumenter
Usaha Kreatif
- Dokumenter
Berseri
- Dokumenter
Alam
- Dokumenter
Bagian kehidupan Keseharian
Ø
Dokumenter Dokumen
- Documenter
tanpa persiapan naskah
- Hail shooting di lokasi di preview, visaual-visual
diseleksi dan ditentukan. Narasi diisi berdasarkan visual pilihan
- Melengkapi
program dapat dimunculkan presenter dan diidi dengan visual lainyang
relevan dengan program
Ø
Dokumenter Usaha
Kreatif
Menggambarkan
tahapan-tahapan kreasi seseorang yang mengerjakan karya kreatif
Contoh: seni ukir, seni pahat
Ø
Dokumenter masalah
sosial
Topic program ini
mengutamakan perhatian pada masalah-masalah sosial.
Contoh: kemiskinan, perang, bencana wabah penyakit,
gaya hidup, dan sejenisnya.
Ø
Dokumenter Berseri
Bentuk documenter
dalam menceritakan suatu obyek secara bersambung. Atau program bertema sama,
tetapi setiap seri penyampaian berlainan obyek.
Contoh: Travel and Living, Animal Wilds.
Ø Dokumenter Alam
Bentuk documenter
bernuansa fenomena alam. Penelitian alam yang bersangkutan dengan obyek menjadi
penting sebagai informasi penonton. Narasi dibacakan sebagai pendukung program
dokumenter ini
Contoh: Caribean Wild, Planet Animal, Hokaido.
Ø
Dokumenter Bagian
Kehidupan
Documenter yang
menyampaikan potongan-potongan visual dari sebagian kegiatan kehidupan manusia
sehari-hari.
Contoh:
kegiatan suatu hari; ibu memasak didapur,bapak bekerja dikantor
IV KESIMPULAN
Melalui
penyampaian pandangan yang sederhana ini, penulis hanya dapat berbagi untuk
mengembangkan suatu kegiatan pembelajaran
melalui sebuah rancangan materi otentik dan kontemporer dengan sentuhan
media pembelajaran berbasis audio visual, berupa film dokumenter.
V DAFTAR PUSTAKA
Bundhowi,
M..1999.“Buletin Pengajaran BIPA. Vol 1/1“ Bali: IALF
Bundhowi, M..2000.“Buletin Pengajaran BIPA. Vol 1/2“ Bali: IALF
http://www.ialf.edu/bipa/buletinpengajaranbipa.html
http://www.in-docs.com/
Imaji MM. Workshop Film Dokumenter. 2006. “Teknologi Dasar Film, Ide dan Teknologi, Gaya dalam Film Dokumenter, dan Elemen Artistik dalam Film Dokumenter”. Serang.
Liliweri, Alo. 2003. Dasar-dasar Komunikasi Antarbudaya.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Levine, Deena R. and Mara B. Adelman. 1982. Beyond Language. Intercultural Communication for English as a Second Language. American Language Institute. San Diego State University. New Jersey: Prentice-Hall, Inc. Prakosa, Gatot. 1997. Film Pinggiran, Antologi Film Pendek, Film Eksperimental, dan Film Dokumenter.Jakarta:FFTV-IKJ dan YLP. Rabiger,Michael. 1997. Directing Documentary. Second Edition. Boston: Focal Pres
Bundhowi, M..2000.“Buletin Pengajaran BIPA. Vol 1/2“ Bali: IALF
http://www.ialf.edu/bipa/buletinpengajaranbipa.html
http://www.in-docs.com/
Imaji MM. Workshop Film Dokumenter. 2006. “Teknologi Dasar Film, Ide dan Teknologi, Gaya dalam Film Dokumenter, dan Elemen Artistik dalam Film Dokumenter”. Serang.
Liliweri, Alo. 2003. Dasar-dasar Komunikasi Antarbudaya.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Levine, Deena R. and Mara B. Adelman. 1982. Beyond Language. Intercultural Communication for English as a Second Language. American Language Institute. San Diego State University. New Jersey: Prentice-Hall, Inc. Prakosa, Gatot. 1997. Film Pinggiran, Antologi Film Pendek, Film Eksperimental, dan Film Dokumenter.Jakarta:FFTV-IKJ dan YLP. Rabiger,Michael. 1997. Directing Documentary. Second Edition. Boston: Focal Pres
Tidak ada komentar:
Posting Komentar