LAPORAN
FILDTRIP
SISTEM PERTANIAN
TENTANG
SISTEM SURJAN
DI DESA GIRI BANI KEC, WATES KAB,
KULONPROGO PROVINSI DIY
Disusun oleh :
ICTIRA
JULVIKAR JUROCHMAN
NIREM : 05.1.4.12.0378
KEMENTERIAN PERTANIAN
BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA
MANUSIA PERTANIAN SEKOLAH TINGGI
PENYULUHAN PERTANIAN ( STPP ) MAGELANG JURUSAN PENYULUHAN PERTANIAN DI
YOGYAKARTA
TAHUN, 2013
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Surjan
adalah pakaian tradisional Daerah Istimewa Yogyakarta dan sekitarnya yang umumnya
menggunakan kain bercorak garis-garis dengan motif besar. Corak garis-garis ini
yang mendasari nama suatu sistem pemanfaatan atau pengelolaan lahan yang
dikenal dengan nama sistem surjan. Lahan surjan adalah lahan yang ditata dengan
cara menggali sebagian lahan untuk meninggikan bagian lahan lainnya. Sistem
surjan adalah sebidang tanah yang diatur permukaan tanahnya sedemikian rupa
sehingga ada bagian-bagian yang lebih tinggi dan ada bagian-bagian yang lebih
rendah. Bagian tanah yang lebih tinggi dibuat sejajar dengan bagian tanah yang
lebih rendah. Biasanya bagian tanah yang lebih tinggi ditanami palawija
dan/atau sayuran atau tanaman keras, sedangkan bagian tanah yang lebih rendah
ditanami padi sawah dan/atau ikan atau berupa parit saluran genangan air. Dapat
disebut pula sistem surjan adalah sejenis sistem bedengan atau guludan yang
diterapkan
pada
daerah cukup air.
Sistem
pertanian surjan merupakan suatu cara pengelolaan tanah dan air yang
disesuaikan dengan kondisi alam setempat. Namun, yang perlu diperhatikan dalam
sistem tersebut adalah penerapan pola tanam tumpang sari (multi croping)
yang berkelanjutan dan produktif dalam waktu lama, sehingga mampu memenuhi
kebutuhan generasi masa depan. Dengan penerapan sistem surjan, maka lahan akan
menjadi lebih produktif dengan menghasilkan produk yang beragam. Hal tersebut
dikarenakan pada lahan surjan akan tersedia dua tatanan lahan, yaitu : (1)
lahan tabukan yang tergenang untuk menanam padi, (2) lahan guludan sebagai
lahan kering untuk tanaman jagung.
Penerapan sistem
surjan di daerah dataran rendah berupa
pengelolaannya perlu dilakukan dengan cermat sesuai dengan prinsip
pengelolaan yang tepat. Hal tersebut dikarenakan tiap kondisi lahan yang
memiliki berbagai kendala agrofisik. lahan dataran rendah dapat dibedakan yang
dipengaruhi oleh curah hujan. Sehingga, karena pengaruhnya berbeda, maka akan
sedikit berbeda pula dalam penerapannya.
Surjan
merupakan sistem berbentuk lajur-lajur yang terdiri atas tanah tinggi sebagai
bedengan atau guludan, yang berselang-seling dengan tanah rendah sebagai
tabukan atau parit saluran. Penampang melintang berbentuk trapesium atau
empat pesegi panjang yang tergantung macam tanah yang membentuknya dan
dinyatakan dalam kemiringan. Ada dua macam cara untuk menentukan jarak antar
parit surjan. Cara pertama, surjan dipandang sebagai lahan dengan irigasi parit
(furrow irrigation) dan cara kedua guludan surjan sebagai lahan budi daya
tanaman, dikelola secara intensif dengan dukungan kecukupan air sepanjang
hari.
Dalam
penerapan sistem pertanian surjan, surjan bagian bawah atau tabukan mempunyai
ukuran lebih lebar dari parit surjan sempit. Ukuran bagian bawah antara lain
5-15 m, 12-14 m atau 10-20 m dan lajur ini dialokasikan untuk ditanami padi
sawah. Sedangkan bagian atas dengan ukuran dari 3-6 m dan tinggi guludan yakni
0,6 m. Lajur ini ditanami tanaman jagung atau tanaman lain, khususnya
hortikultura guna menerapkan sistem multiple croping Oleh karena itu, selain memanfaatkan
lahan yang dinilai marjinal, tumpang
sari dengan sistem surjan juga mampu memperbaiki ketahanan pangan ke arah
keberlanjutan.
B.
Tujuan
Tujuan
dari pembuatan Laporan ini yaitu untuk mengetahui cara penerapan multiple
cropping tanaman padi sawah dengan jagung di lahan dengan sistem surjan yang mengarah pada
pertanian berkelanjutan.
C.
Manfaat
Keuntungan
ekonomis karena lahan bisa dimanfaatkan untuk dua jenis tanaman sekaligus
meningkatkan pendapatan juga menghasilkan keanekaragaman pangan,
II.
TINJAUAN
PUSTAKA
Indonesia
adalah negara yang sebagian besar penduduknya bekerja sebagai petani, utamanya
petani padi baik pada lahan irigasi, lahan tadah hujan, lahan kering, lahan
rawa pasang surut, Namun sampai sekarang, 60 % produksi nasional masih dipasok
dari lahan-lahan subur di Pulau Jawa yang notabene adalah lahan irigasi.
Sedangkan lahan-lahan di luar Jawa, kurang diperhatikan. Hal tersebut berakibat
pada produksi maupun kontribusinya yang masih kurang.
Nampaknya
produksi beras nasional kedepan tidak akan cukup bila hanya dipasok dari
lahan-lahan subur saja, mengingat perkembangan penduduk yang terus naik sebesar
1,5% per tahun. Sementara itu, pertanian pada tahun 2006 baru mencapai
0,89% untuk Pulau Jawa dan 1,91% untuk Luar Jawa. Sehingga upaya
peningkatan produksi sebesar dua juta ton dalam program P2BN tentu akan
sulit dicapai tanpa mengikut sertakan lahan
yang punya potensi sangat besar, tetapi pemanfatannya belum optimal
(Alihamsyah dan Ar-Riza, 2004).
Hal
diatas akan semakin nampak jika dikaitkan dengan berbagai kendala atau
masalah yang dihadapi dalam tahun-tahun terakhir. Menurut Pasaribu (2007),
sedikitya ada sembilan masalah yang dihadapi Indonesia dalam mengembangkan
bidang pertanian yakni degradasi lahan dan air, alih fungsi lahan, adanya
fragmentasi lahan pertanian, adanya krisis infrastruktur, adanya variabilitas
iklim, adanya krisis SDM pertanian, adanya krisis sarana produksi, krisis
pembiayaan, serta adanya krisiskualitas produksi dalam bidang pertanian.
Kondisi
yang telah terjadi sekarang sangat merisaukan masa depan sistem pertanian
Indonesia. Sebenarnya, petani padi lahan rawa telah
mempunyai pengalaman yang diperoleh dari berbagai pengamatan dan kegiatan
yang telah dikerjakan dalammasa yang lama dari generasi ke generasi, sehingga
mereka mempunyai kearifan dalam mengatasi berbagai masalah lingkungan,
yang sering disebut sebagai ”kearifan ekologi” maupun ”kearifan lokal”
(Soemarwoto,1982). Sehingga kearifan lokal tersebut dapat
dimanfaatkan sebagai sumber inspirasi untuk menciptakan inovasi teknologi
baru dalam memajukan pembangunan pertanian,
Sistem
pertanian yang baik dilakukan di lahan sistem surjan. Sistem surjan merupakan
suatu cara pengelolaan tanah dan air yang disesuaikan dengan kondisi alam
setempat wilayah itu berada. Keberhasilan usaha tani sangat ditentukan oleh kondisi cuaca setempat
dan daerah sekitar karena berpengaruh langsung pada kondisi air yang
menyurut secara perlahan akan memudahkan petani untuk menentukan saat tanam
yang tepat, tetapi air yang menyurut
berfluktuasi tidak teratur akibat curah hujan yang sangat fluktuatif,
sehingga akan menyulitkan petani dalam menentukan saat tanam yang tepat
(Ar-Riza 2000).
Sistem
pertanian surjan dilakukan dengan menanam tanaman lebih dari satu jenis atau
dikenal dengan multiple croping. Sistem pertanaman ini memilki kelebihan yakni
mampu menghasilkan beberapa produk dalam sekali pemanenan karena tanamannya
beragam. Misalnya padi sawah dan jagung
dengan sistem surjan di lahan Pertanian. dengan sistem surjan tersebut akan
dijelaskan pada laporan ini.
III. Hasil Dan Pembahasan
A.
Hasil
Pertanian sistem surjan (baju bermotif kain
lurik) berpotensi diterapkan di wilayah selatan Kulonprogo. Sistem surjan
mengadopsi pola selang-seling pada kain lurik. Dalam sistem pertanian ini lahan
atas digunakan untuk menanam sayur dan palawija, sedangkan lahan bawah untuk
menanam padi.
Berdasarkan
data yang dihimpun di lapangan ,sebanyak
815 hektare dari 5.000-an hektare areal persawahan di Kulonprogo
menerapkan sistem surjan, yang terdiri dari 450 hektare di Kecamatan Panjatan,
338 hektare di Kecamatan Wates, 12 hektare di Kecamatan Pengasih, dan 15
hektare di Kecamatan Temon.
Ketua
Kelompok Martani, Desa Giri Bani, Kecamatan Wates, Muhammad Nurobi menyebutkan,
luas lahan surjan di wilayahnya sekitar 25 hektare. Menurutnya, pembuatan
sistem surjan memberi keuntungan ekonomis karena lahan bisa dimanfaatkan untuk
dua jenis tanaman sekaligus.
Kebutuhan
beras mencukupi dan masyarakat juga dapat mengambil palawija serta sayuran
sehingga mengurangi pengeluaran rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan tersebut,
sistem
surjan menjadi strategi untuk mengatasi musim hujan dan meminimalkan
kemungkinan gagal panen. “Sebab menanam dua jeni tanaman sekaligus,” katanya.
Keuntungan lainnya, panen bisa dua atau tiga kali dalam satu musim tanam padi.
Ia
tidak menampik jika dilihat dari segi produktivitas, panen padi relatif lebih
sedikit karena lahan bagian atas sudah digunakan untuk sayuran dan palawija,
namun dari sisi pendapatan, petani lebih diuntungkan.
sistem
surjan merupakan sistem penanaman yang efktif dan produktif. “Kami menggerakkan
masyarakat petani untuk menerapkan sistem ini, selain untuk meningkatkan
pendapatan juga menghasilkan keanekaragaman pangan,
Penataan
lahan dilakukan untuk membuat lahan
tersebut sesuai dengan kebutuhan tanaman yang akan dikembangkan. Dalam
melakukan penataan lahan perlu diperhatikan hubungan antara tipologi lahan,
tipe luapan, dan pola pemanfaatannya. Penataan lahan erat hubungannya dengan
sistem petanian yang akan digunakan. Hal itu dikarekan apabila sistem
pertaniannya sesuai dengan keadaan lingkungan, maka akan memberikan dampak yang
posistif, terutama pada tingkat produktivitas dan jumlah produksi.
Sistem
pertanian yang telah diterapkan masyarakat cukup banyak dan telah disesuaikan
dengan keadaan lingkungan masing-masing daerah. Salah satunya ialah sistem
pertanian surjan. Sistem surjan adalah salah satu contoh usaha penataan lahan
untuk melakukan diversifikasi tanaman di dataran rendah seperti Berdasarkan sistem pembuatan, surjan
dapat dibagi menjadi dua cara pembuatan yaitu :
1. Yang
dibuat sekaligus
2. Yang
dibuat secara bertahap (tukungan).
Dalam
pembuatan sitem pertanian surjan diperlukan tenaga kerja yang banyak, sehingga
juga memerlukan biaya yang besar. Oleh karena itu, petani tradisional banyak
memilih cara bertahap dengan membuat tukungan atau gundukan. Dengan dimensi
awal lebar bawah 2-3 m, tinggi 0,5-0,6 m dan setiap musim panen dilebarkan dan
ditinggikan. Apabila tanaman yang dibudidayakan cukup besar, maka tukungan ini
dihubungkan atau tersambung memanjang satu sama lain membentuk
surjan.
Pembuatan
sistem pertanian surjan juga disesuaikan dengan jenis tanah yang ada. Untuk
tanah sulfat masam, potensial pengolahan tanah dan pembuatan surjan
sebaiknya dilakukan secara hati-hati dan bertahap. Guludan dibuat
secara bertahap dan tanahnya diambil dari lapisan atas yang dimaksudkan
untuk menghindari oksidasi pirit. Untuk tanah gambut, tekstur lapisan tanah
dibawahnya sangat menentukan dalam pola pemanfaatan lahannya. Arah surjan
disarankan memanjang timur-barat agar tanaman (padi) pada bagian tabukan
mendapat penyinaran matahari yang cukup. Untuk mempertahankan bentuk dan
produktivitasnya, surjan setiap musim atau setiap tahun dilibur atau disiram
lumpur yang diambil dari sekitarnya.
B.
Pembahasan
Penerapan
sistem surjan umumnya dilakukan di lahan pertanian. Dalam upaya untuk
meningkatkan daya guna lahan pertanian, dapat dikembangkan dengan tanaman padi
dan non padi (multiple croping). Tanaman padi yang dimaksud ialah padi sawah
yang di tumpang sari dengan tanaman jagung. Tanaman padi dapat ditanam di areal
sawah, sedangkan tanaman jagung dapat ditanam di lahan keringnya. Prinsip
pengelolaan seperti ini disebut dengan pengelolaan multiple cropping pada
sistem pertanian.
Tujuan
dari penerapan multiple cropping antara tanaman padi dan jagung dengan sistem
surjan adalah sebagai berikut :
1. Untuk
diversifikasi tanaman
2. Menjaga
agar tanah tidak menjadi asam
3. Mengurangi
bahaya kekeringan
4. Mengurangi
keracunan akibat genangan
5. Mengurangi
resiko kegagalan dalam budidaya
6. Meningkatkan
pendapatan petani melalui penanaman secara multiple cropping
Dalam
sistem pertanian surjan di lahan pertanian, yang terpenting dilakukan ialah
pengaturan drainase dan irigasinya. Hal itu dikarenakan lahan pertanian
memiliki kelebihan air yang cukup banyak, sehingga pembuangan air harus
dilakukan secara kontinyu agar jumlah air sesuai dengan kebutuhan tanaman.
Jumlah air yang paling banyak ialah di daerah bagian bawah atau tabukan yang
merupakan tempat penanaman padi sawah. Walaupun padi sawah membutuhkan air yang
cukup banyak, namun bila berlebih akan berakibat buruk pada tanaman. Sedangkan
di bagian atas atau guludan merupakan tempat penanaman jagung dan bagian
tersebut tidak digenangi air. Sehingga, irigasi diutamakan pada bagian atas
atau guludan agar tanaman tidak kekurangan air.
Penerapan
sistem surjan di lahan pertanian merupakan suatu pemanfaatan lahan marjinal,
sehingga lahan tersebut mampu memberikan produk yang beragam karena ditanami
beberapa jenis tanaman. Dampak penerapan sistem tumpang sari di lahan surjan
ialah mampu mengangkat nilai ekonomi masyarakat dan mampu mengatasi masalah
pangan serta memperbaiki ketahanan pangan nasional.
IV.
Kesimpulan
Dan Saran
A.
Kesimpulan
Sistem
surjan merupakan suatu cara pengelolaan tanah dan air yang disesuaikan dengan
kondisi alam setempat. Namun yang perlu diperhatikan dalam menggunakan system
ini adalah penerapan pola tanam tumpang sari ( multi croping ) yang
berkelanjutan dan produktif dalam waktu lama. Dengan penerapan system
surjan, maka lahan akan menjadi lebih produktif karena pada lahan tersebut akan
tersedia dua tatanan lahan, yaitu : (1) lahan tabukan yang tergenang (digunakan
untuk menanam padi adatu digabungkan dengan budidaya ikan) (2) lahan
guludukan sebagai lahan kering(digunakan untuk budidaya palawija, buah-buahan,
tanaman tahunan/perkebunan).
B.
Saran
Pada
kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih sedalam-dalamnya kepada
semua pihak yang telah membantu hingga terselesaianya Laporan ini bahkan hingga
terselesainya Laporan ini. Untuk itu, semoga Tuhan memberi balasan yang
setimpal dan berlipat gandaakan hal tersebut. Selanjutnya mudah-mudahan Laporan
ini bermanfaat bagi para pembacanya.
V.
Daftar
Pustaka
Darmawijaya,M.I. 1997.
Klasifikasi tanah. dasar teori bagi peneliti tanah dan pelak-sana pertanian di
Indonesia. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Anonim, 1984. Sistem Surjan di Kabupaten
Daerah Tingkat II Demak, Jawa Tengah Anwarhan dan S. Sulaiman. 1985. Pengembangan Pola Usaha tani
Produksi Tanaman Pangan. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian,
Vol. IV no 4. Jakarta.Ar-Riza, I. 2002. Peningkatan
produksi padi lebak.
Seminar Nasional.Perhimpunan Agronomi Indonesia, PERAGI, tanggal 29
30 Oktober 2002 diBogor.Balittra. 2004. Laporan Tahunan 2003.
Balai Penelitian Pertanian Lahan
Dinas Pertanian dan Hortikultura Kabupaten Tanjung Jabung Timur. 2007.Laporan
Tahunan
tahun
2006.Dinas pertanian Provinsi Jambi. 2006. Laporan Tahunan 2005.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar