SEBAGAI MAHASISWA PENYULUH PERTANIAN YANG NANTINYA AKAN TERJUN DI MASYARAKAT DALAM MEMBERIKAN PENGARAHAN KEPADA PETANI, HARUSLAH MEMILIKI PENGETAHUAN DAN PENGALAMAN YANG CUKUP BAGAIMANA CARA MENYULUH YANG BAIK DI LAPANGAN, SEHINGGA PENYULUH ITU BENAR-BENAR MENJADI MOTIVATOR YANG BAIK DI MASYARAKAT

Selasa, 18 November 2014

MAKALAH GOTONG ROYONG DI KOTA TERNATE






                                                                          U T S
TENTANG
GOTONG ROYONG DI KOTA TERNATE
MATA KULIAH
ILMU SOSIAL BUDAYA DASAR
SEMESTER V. B





                                                             

                                                                Disusun Oleh  :
ICTIRA JULVIKAR JUROCHMAN
NIREM : 05.1.4.12.0378


                                                                     
KEMENTERIAN PERTANIAN
BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN  SUMBER DAYA
MANUSIA PERTANIAN SEKOLAH TINGGI PENYULUHAN PERTANIAN ( STPP ) MAGELANG JURUSAN PENYULUHAN PERTANIAN DI YOGYAKARTA
TAHUN, 2014
I.       PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Manusia adalah makhluk sosial, makhluk yang tidak dapat hidup sendiri. Antara seorang dengan yang lain tentu saling membutuhkan dan dari situ timbul kesadaran untuk saling bantu-membantu dan tolong-menolong. Tidak mungkin seseorang dapat bertahan hidup sendirian tanpa bantuan pihak lain
Tolong menolong merupakan kewajiban bagi setiap manusia, dengan tolong menolong kita akan dapat membantu orang lain dan jika kita perlu bantuan tentunya orangpun akan menolong kita. Dengan tolong menolong kita akan dapat membina hubungan baik dengan semua orang. Dengan tolong menolong kita dapat memupuk rasa kasih sayang antar tetangga, antar teman, antar rekan kerja. Singkat kata tolong menolong adalah sifat hidup bagi setiap orang.
Dengan menolong orang lain kita akan mendapatkan kepuasan yang amat sangat, kebahagiaan yang tak terkira, juga ada rasa bahwa kita ini ada dan diperlukan oleh orang lain. Rasa bahwa kita ini berguna bagi orang lain. Juga dengan mau menolong orang lain, pasti ada orang yang mau menolong kita, berlaku hukum sebab akibat, jika kita menolong A belum tentu A yang akan menolong kita, bisa saja B yang menolong kita.
Kita sering heran pada orang yang mampu untuk menolong seseorang tetapi tidak mau melakukannya, banyak orang kaya yang tidak mau memberi sebagian hartanya untuk orang miskin, banyak orang pintar yang tidak mau mengajarkan saudaranya yang bodoh, bahkan sebaliknya banyak orang kaya yang menipu orang miskin, banyak orang pintar membohongi orang bodoh demi keuntungan pribadinya.
Dengan menolong orang lain sebenarnya kita menolong diri sendiri, itu yang kita yakini dalam agama kita, jadi janganlah sungkan menolong orang lain. Dengan menolong orang lain hidup kita akan terasa bermakna, jauh dari kehampaan hidup. Banyak orang yang sekarang ini merasa hampa, karena sudah dikuasai cara hidup individualistis.
Menolong tidak harus dengan harta, bisa dengan tenaga, pikiran atau ide, bahkan dengandoa sekalipun. Mari kita tolong menolong.





B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat diambil beberapa rumusan masalah, antara lain :
1.      Hubungan gotong royong dan tolong menolong.
2.      Pengertian tolong menolong.
3.      Contoh yang menunjukan sikap tolong menolong

C.    Tujuan dan Manfaat
1.      Manfaat Gotong Royong
a.       Tujuannya yaitu untuk mengajak kita semua untuk selalu bekerja bersama-sama , untuk lebih meningkatkan kebersamaan . karena kita sebagai makhlukn sosial tidak bsa hidup tanpa bantuan orang lain.
b.      Bergotong royong juga bisa membuat kita menjadi lebih kompak dan juga bisa lebih mengenal satu sama yang lainnya. Dengan bergotong royong kita bisa saling tolong menolong misalkan, saat kita ingin mendirikan rumah, mengerjakan sawah, membantu tetangga yang sedang berduka, hingga saling bahu mambahu untuk mempejuangkan negaranya. Dengan bergotong royong semua tugas yang kita lakukan akan menjadi ringan.

2.      Manfaat Gotong Royong
a.       Meringankan beban pekerjaan yang harus ditanggung
b.      Menumbuhkan sikap sukarela, tolong-menolong, kebersamaan, dan kekeluargaan antar sesame anggota masyarakat
c.       Menjalin dan membina hubungan sosial yang baik dan harmonis antarwarga masyarakat
d.      Meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan nasional









D.    Kerangka Pemikiran
Pembangunan masyarakat pedesaan tidak bisa dilepaskan dari keseluruhan proses pembangunan nasional, sebab pada kenyataannya masyarakat Indonesia sebagian besar tinggal di wilayah pedesaan. Oleh karena potensi desa perlu digali dan dimobilisasikan untuk pembangunan nasional, sesuai dengan yang tercantum dalam GBHN ( 1999:75 ) sebagai berikut:
Mempercepat pembangunan pedesaan dalam rangka pemberdayaan masyarakat terutama petani dan nelayan melalui penyediaan prasarana, pembangunan sistem agrobisnis, industri kecil dan kerajinan, pengembangan kelembagaan, penguasaan teknologi dan pemanfaatan sumber daya alam.
            Dalam kehidupan masyarakat desa yang relatif sederhana dapat dilihat suatu hubungan antar sesama anggota masyarakat begitu intim, dengan ciri kekerabatan, persaudaraan dan gotong-royong yang masih kuat. Menurut Koentjaraningrat faktor yang mendasari kehidupan masyarakat desa adalah :
1.      Hubungan kekerabatan.
2.      Hubungan tinggal dekat.
3.      Prinsip tujuan khusus.
4.      Prinsip ikatan dari atas.
Hubungan kekerabatan diantara masyarakat desa terjalin bagaikan jaringan yang menguasai sendi-sendi kehidupan, sehingga didalam kehidupannya sehari-hari tidak terlepas dari prinsip hidup bergotong-royong. Prakarsa dan peran serta masyarakat desa dalam menerobos kehidupan sosial masyarakat, sangat diperlukan untuk meningkatkan pembangunan desa, dimana seluruh lapisan masyarakat ikut terlibat dalam proses pembangunan desanya.
Masyarakat desa selalu dikonotasikan dengan ciri tradisional, kuatnya ikatan dengan alam, eratnya ikatan kelompok, guyub rukun, gotong-royong, alon-alon waton kelakon, gremet-gremet asal selamet, paternalistis dan sebagainya.






II.    HASIL DAN PEMBAHASAN

A.    Bentuk Gotong Royong
SELAWAT Badar menggema dari salah satu rumah di RT 13, RW 04, Kelurahan Maliaro, Kota Ternate, Maluku Utara, Sabtu (18/10). Jarum jam sudah menunjuk pukul 22.00 WIT. Namun, semangat belasan ibu PKK untuk memanjatkan syukur tidak surut. Syukur atas selesainya pembangunan rumah bercat hijau yang menjadi tempat acara.
Rumah kinyis-kinyis itu adalah milik Hawa Sri. Semula, rumah janda berusia 70 tahun tersebut hampir ambruk karena sudah tua. Pemiliknya tidak mampu memperbaiki lagi. Untungnya, kondisi itu diketahui anggota Ikatan Keluarga Tidore (IKT) yang kemudian mengulurkan bantuan dengan membangun kembali rumah tersebut.
Melalui gerakan barifola, nenek Sri tidak perlu mengeluarkan uang sepeser pun. Seluruh pembiayaan pembangunan kembali rumah itu ditanggung IKT.
’’Ibu Sri, semoga dengan hunian yang baru dan lebih layak ini, Ibu bisa makin khusyuk beribadah dan dekat dengan Allah. Semua yang ada di dunia ini hanya titipan dari Allah,’’ kata Burhan Abdurahman, ketua IKT Malut, berpesan saat menyerahkan rumah ’’baru’’ tersebut kepada pemiliknya, Hawa Sri.
Menurut Haji Bur, panggilan Burhan Abdurrahman, sebenarnya barifola adalah tradisi tolong-menolong yang berjalan sejak masa Kesultanan Nuku yang berkuasa di Tidore pada 1738–1805. Sesuai dengan makna harfiahnya yang berarti gotong royong membangun rumah, barifola sampai kini merupakan aktivitas untuk membantu memperbaiki tempat tinggal warga yang tidak mampu.
Barifola dimulai dengan rapat antar pemuka desa. Dalam rapat itu, mereka memutuskan rumah siapa yang akan diperbaiki sesuai dengan persyaratan yang berlaku. Keputusan itu kemudian diumumkan setelah salat Magrib di masjid.
’’Masyarakat Tidore memang kental dengan budaya Islam sehingga semua aktivitas sosial bermula dari masjid,’’ ucap Haji Bur yang juga wali kota Ternate.
Jika sudah ditentukan kapan barifola dilakukan, pada waktu yang disepakati, warga sedesa akan keluar rumah dan membawa bantuan untuk pembangunan rumah itu. Para pria bekerja membangun rumah, sedangkankaum perempuan memasak untuk kebutuhan makan warga yang bekerja.
Khusus di Ternate, barifola semakin aktif sejak 2008, seiring penunjukan Haji Bur sebagai ketua IKT. Meski berasal dari Tidore, gerakan tersebut tidak dikhususkan untuk masyarakat di wilayah itu. Dalam perkembangannya,barifola juga menyasar rumah-rumah warga tidak mampu di daerah-daerah lain di seluruh penjuru Maluku Utara. Di antaranya, Ternate, Halmahera, Obi, dan Bacan.
Pada era kepemimpinan Haji Bur di IKT, barifola total sudah me-make over141 rumah reyot menjadi layak huni. Rumah yang semula berdinding papan atau anyaman bambu (gedek) ’’disulap’’ menjadi lebih permanen dengan dinding batako serta atap seng.
Upacara penyerahan rumah milik Hawa Sri diliputi rasa haru tuan rumah. Begitu secara resmi diserahkan, nenek Sri bagaikan tidak kuat menahan haru. Dia langsung memeluk Haji Bur dan menangis sesenggukan. Sugiarto, putra bungsu di antara delapan anak Sri, juga tampak terharu melihat rumah ibunya jadi bersih.
Sugiarto yang sehari-hari menjadi tukang ojek itu menyatakan tidak punya cukup dana untuk merehab rumah ibunya. Penghasilan sebagai tukang ojek hanya cukup untuk makan sehari-hari keluarganya. Tujuh saudara Sugiarto tinggal di luar Ternate dengan kondisi yang tidak jauh berbeda.
’’Selama pengerjaan barifola ini, ibu saya betul-betul tidak mengeluarkan tenaga atau uang sedikit pun. Tiba-tiba saja datang pasir, semen, dan batako di depan rumah. Saya dan ibu awalnya tidak percaya. Tapi, subhanallah, semua selesai dengan cepat,’’ tuturnya.
Sugiarto menghitung, pengerjaan rumahnya dari yang semula berdinding papan serta beratap rumbia hanya berlangsung enam hari. Ke-40 mujahidbarifola, sebutan relawan barifola, bekerja dengan cepat. Seperti sudah hafal di luar kepala, semua bekerja dengan cekatan menyelesaikan bangunan berukuran 9 x 6 meter itu.
Tidak hanya kembali membangun rumah, barifola melengkapi dengan perabot rumah yang lebih layak dan belum ada. Misalnya, sofa, kasur, sampai jaringan listrik.
Sekretaris IKT Malut Sutopo Abdullah membeberkan, ketika Haji Bur menjadi ketua IKT Malut periode 2007–2011, dirinya dan Haji Bur berdiskusi soal program kerja. Ketika itu, tercetus ide membuat koperasi. Namun, koperasi tersebut tidak berumur panjang. Koperasi simpan pinjam IKT yang dimaksud untuk membantu masyarakat kurang mampu tidak berjalan lancar. Boro-boro mau menyimpan dananya, banyak warga yang meminjam uang, tapi lupa mengembalikan.
Kemudian, pada 2008, tercetuslah ide barifola setelah koperasi IKT tutup. Gerakan itu diawali dengan calamoi, gerakan mengumpulkan uang seribuan warga Tidore. Bila anggota IKT Malut berjumlah 4.000 orang, dalam sebulan bisa terkumpul Rp 4 juta.
’’Tapi, respons anggota IKT luar biasa. Kebanyakan menyumbang lebih dari yang kami perkirakan. Karena itu, saat Haji Bur memulai barifola pada 2008, dana yang terkumpul Rp 40 juta–Rp 60 juta untuk satu rumah,’’ jelas Topo, sapaan Sutopo Abdullah.
Barifola edisi pertama sampai keenam difokuskan untuk saudara-saudara mereka asal Pulau Tidore saja. Namun, pada barifola selanjutnya, yakni ketujuh sampai ke-141 yang dilakukan Sabtu (18/10), IKT Malut tidak lagi memandang suku atau agama. Mulai orang Bugis, Jawa, Kalimantan, Morotai, sampai Halmahera yang beragama Islam, Kristen, Hindu, maupun Buddha, semua mendapat perlakuan sama.
IKT Malut punya tim untuk menyurvei rumah yang akan digarap. Namun, syarat utama untuk mendapat bantuan rehab IKT adalah status tanah rumah tersebut tidak dalam sengketa.
’’Ibaratnya, rumah reyot saja menjadi rebutan. Bagaimana kalau sudah dibangun permanen dan bagus? Makanya, barifola sangat selektif dalam memilih rumah,’’ tutur Topo.
Tim penilai kelayakan di internal IKT dipimpin Haji Bur. Melalui musyawarah di level elite IKT, ditentukanlah siapa sasaran barifola selanjutnya.
Dalam setahun, gerakan barifola bisa membangun 30 rumah. Aktivitas mereka hanya berhenti saat Ramadan. Memasuki bulan Syawal, IKT langsung menentukan rumah siapa lagi yang menjadi sasaran barifola.
Menurut Haji Bur, sampai tahun keenam ini, program barifola tidak pernah menggunakan anggaran pemerintah. Sebab, anggota IKT Malut sepakat untukurunan tanpa melibatkan campur tangan pihak luar.
’’Semangatnya adalah beramal untuk akhirat. Kalau nanti dibantu pemerintah pusat atau daerah, kami malah nggak jadi dapat akhirat. Kalau masih bisa ditangani internal IKT sendiri, saya kira tidak perlu memakai dana dari luar,’’ tutur Haji Bur.
Tidak semua anggota IKT Malut menyumbangkan dana untuk barifola. Ada yang menyumbang barang atau material bangunan seperti 50 sak semen, 10 gulung seng, atau 1.000 buah batako. ’’Setelah rumah selesai, kami langsung merencanakan barifola selanjutnya,




B.     Fungsi Gotong Royong
Fungsi gotong royong dalam masyarakat sangatlah penting, untuk memupuk rasa kekeluargaan dan rasa kebersamaan. Gotong royong telah dikenal sejak jaman nenek moyang. Hal semacam ini patut dilestarikan dalam kehidupan sebagai pribadi,bermasyarakat berbangsa,bernegara di saat ini,karena merupakan salah satu wujud sifat kekeluargaan dan kebersamaan. Dengan melakukan gotong royong semua pekerjaan yang banyak akan cepat selesai dengan dibantu oleh warga-warga yang hasilnya akan dinikmati bersama, contoh : membuat jembatan, jalan, membangun rumah, membersihkan sungai, got, kerja bakti dan lain-lain. Manusia membutuhkan bantuan dikarenakan manusia merupakan mahluk social,mahluk yang tak dapat hidup sendiri.
Manfaat dari gotong royong adalah meningkatkan rasa solidaritas, meringankan suatu pekerjaan,menumbuhkan rasa kebersamaan,dan rasa kekeluargaan.Rasa kekeluargaan ialah ke akraban antar manusia yang seakan-akan seperti keluarga atau saudara kandung. Sikap kekeluargaan memiliki makna sebagai perilaku yang menunjukkan sebuah manifestasi yang cenderung didasarasi rasa familiar yang tinggi yang mempertimbangkan hubungan keakraban sebagai kedekatan keluarga kepada orang lain.

C.    Makna Gotong Royong
Makna gotong royong adalah pembantingan tulang bersama, pemerasan keringat bersama, perjuangan bantu-membantu bersama. Amal semua buat kepentingan semua, keringat semua buat kebahagiaan semua”.
Demikian sepenggal ungkapan pidato Presiden Soekarno untuk menjadikan gotong royong sebagai landasan semangat membangun bangsa. Hal itu disampaikannya kepada seluruh peserta sidang BPUPKI, 1 Juni 1945.
Gotong royong bukanlah pameo asing di negeri ini, sudah sejak dulu para leluhur kita menjadikannya sebagai budaya bangsa. Wujudnya bisa dalam bentuk kerja bakti membangun sarana umum, membersihkan lingkungan, tolong menolong saat pesta pernikahan atau upacara adat, dan bahkan tolong menolong saat terjadi bencana alam. Biasanya bentuk pertolongan yang diberikan berupa bahan makanan, uang, dan tenaga.




D.    Pembahasan
Gotong royong dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama dan bersifat sukarela sesuai dengan kemampuan mereka sehingga segala sesuatu yang akan dan sedang dikerjakan dapat berjalan dengan lancar, mudah serta terasa ringan. Alasan seseorang saling membantu karena mereka menyadari bahwa manusia merupakan makhluk sosial yang saling bergantung dengan sesamanya sehingga manusia perlu menjaga hubungan baik dengan sesama dan mampu menyesuaikan diri. Namun, sifat gotong royong di kota besar sudah jarang kita temui lagi karena masyarakat di kota besar sebagian besar sudah bersifat individualisme, sibuk dengan urusan masing-masing dan cenderung tidak peduli dengan lingkungan sekitar..
Tolong menolong merupakan kewajiban setiap individu untuk membantu sesamanya yang sedang mengalami kesulitan. Dengan tolong menolong kita dapat membina hubungan baik dengan sesama. Dalam agama, menolong orang lain sama saja dengan menolong diri sendiri. Jika kita dapat menolong sesama, hidup kita akan terasa lebih bermakna karena kita dapat meringankan beban seseorang. Tolong-menolong dapat diartikan sebagai sebuah pranata dalam sistem kemasyarakatan sebagai akibat dari keterbatasan anggota masyarakat maupun lingkungan untuk mengatur anggota masyarakat dalam berinteraksi dan memenuhi kebutuhan hidup yang tidak terbatas. Dalam prosesnya, tolong-menolong menjalankan prinsip resiprositas (timbal balik) dan merupakan sebuah bentuk pertukaran sosial. Pertolongan yang diberikan oleh seseorang akan menimbulkan kewajiban kepada pihak yang ditolong untuk membalasnya dan dari diri pemberi pertolongan pun muncul harapan akan adanya balasan yang sebanding dengan apa yang sudah mereka lakukan kepada sesamanya yang membutuhkan pertolongan.
Jadi hubungan sikap tolong menolong dan gotong royong sangatlah erat, karena dengan adanya sikap saling menolong kita dapat menbantu orang lain dengan sukarela sesuai dengan kemampuannya masing-masing sehingga segala sesuatu yang dikerjakan merupakan suatu kegiatan gotong royong.








III. PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari penjelasan diatas maka penulis menyimpulkan bahwa Sebagai makhluk sosial, tidak mungkin manusia dapat bertahan hidup sendirian tanpa bantuan pihak lain. Sehingga timbullah kesadaran untuk saling membantu dan menolong. Memberikan bantuan haruslah dengan hati yang ikhlas agar orang yang kita bantu merasa ringan dengan beban masalah yang dideritanya. Kebaikan yang telah diberikan orang lain hendaknya kita balas dengan kebaikan juga, jangan sampai keburukan yang kita balaskan. Dan harus berhati-hati akan kejahatan yang mungkin dilakukan oleh orang yang telah kita bantu.

B.     Saran
Dari hasil yang telah penulis buat, saran yang dapat di sampaikan yaitu, sikap tolong menolong dapat memberikan dampak yang positif bagi yang memberikan pertolongan. Untuk lanjutan hendaknya dapat mengkaji lebih jauh bagaimana sikap saling tolong menolong ini lebih dimanfaatkan oleh masyarakat. 
















DAFTAR PUSTAKA

Musthafa Al-Ghalayini, Syekh.1976. Bimbingan Menuju ke Akhlak yang Luhur. Semarang: CV. TOHA PUTRA.
Nurdi, Ali, dkk. 2009. Pendidikan. Jakarta: Universitas Terbuk

Tidak ada komentar:

Posting Komentar